Perundingan Linggarjati – Dalam masa transisi peralihan kekuasaan dari tangan penjajah ke tangan Indonesia, terjadi banyak konflik dan perselisihan.
Karena hal ini, pihak-pihak di luar Indonesia serta Belanda dan Jepang ikut turun tangan menjadi penengah. Hal ini dilakukan demi terciptanya keadaan negara yang kondusif dan mulai bisa membangun sendiri.
Salah satu kejadian yang cukup penting setelah satu tahun Indonesia mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka, Jepang terusir. Salah satu penyebabnya adalah kembalinya pasukan Belanda yang melucuti tentara bersenjata Jepang.
Belanda sendiri masih punya niatan dan keinginan besar untuk menguasai Indonesia. Itulah sebabnya, mereka tidak segan-segan untuk menyingkrikan negara lain.
Tentu saja, Indonesia tidak tinggal diam melihat Belanda yang sudah selama 350 tahun menjajah Indonesia ingin kembali berkuasa.
Salah satu upaya dalam mempertahankan kemerdekaan yang baru dideklarasikan ini adalah dengan melakukan perundingan dan membuat perjanjian.
Sebuah perjanjian dibuat di bulan November 1946 untuk mempertahankan kedaulata Negara Republik Indonesia dan perundingan serta perjanjian ini dinamakan Perundingan Linggarjati.
Latar Belakang Perundingan Linggarjati
Belanda yang pada saat itu masih belum menerima sepenuhnya kemerdekaan Indonesia, membuat taktik untuk merebut tanah nusantara.
Diawali dengan kejadian datangnya pasukan sekutu dan AFNEI dengan agenda melucuti pasukan tentara Jepang yang kalah di Perang Dunia II.
Namun, kedatangan mereka tidak murni untuk melakukan hal itu karena datang bersama NICA atau Netherlands-Indies Civil Administration.
Kedatangan anggota badan sipil negara Belanda ini menimbulkan kecurigaan di pihak pemerintah dan rakyat Indonesia. Kedatangan mereka dianggap sebagai salah satu cara untuk kembali menguasai Indonesia.
Tanpa bisa dielakkan, beberapa konflik terjadi hingga menimbulkan beberapa pertempuran.
Salah satu pertempuran yang tercatat dalam sejarah hingga saat akibat kedatangan kembali Belanda itu ialah Pertempuran di Ambarawa pada tanggal 10 November 1945.
Dengan terjadinya banyak pertempuran dan pertikaian, kedua belah pihak jelas mengalami kerugian.
Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, baik Belanda dan Indonesia akhirnya sepakat melakukan perundingan yang sekaligus kontak diplomasi pertama antara kedua negara.
Perundingan ini ditengahi oleh pihak Inggris selaku penanggung jawab penyelesaian komflik politik dan militer Asia.
Perundingan perdamaian ini diadakan di Linggarjati. Linggarjati dipilih sebagai tempat perdamaian karena wilayah yang berada antara Kuningan dan Cirebon ini dianggap netral.
Pada saat itu, Belanda masih menguasai wilayah Batavia atau Jakarta. Bangsa Indonesia sendiri menetapkan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.
Karena pemilihan lokasinya inilah kemudian perundingan ini dinamakan sebagai Perundingan Linggarjati.
Pelaksanaan Perundingan Linggarjati
Sebelum perundingan diputuskan dilaksanakan di Linggarjati, pihak Inggris yang diwakili oleh diplomat Sir Archibald Clark Kerr, mengusulkan untuk mengadakan pertemuan di Hooge Veluwe.
Sayangnya, pertemuan ini tidak mencapai kesepakatan seperti yang diinginkan.
Hal ini disebabkan Belanda yang tidak mau mengakui kedaulatan Indonesia yang meliputi wilayah Jawa, Sumatra dan Pulau Madura. Pada saat itu, Belanda hanya mengakui Jawa dan Madura saja.
Setelah itu, pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris kembali mengirim utusan, Lord Killearn, ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Belanda dan Indonesia.
Akhirnya, pada tanggal 7 Oktober 1946, pihak Indonesia dan Belanda berhasil dipertemukan di Konsulat Jendral Inggris di Jakarta.
Perundingan yang dipimpin oleh Lord Killearn ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata, terhitung mulai tanggal 14 Oktober.
Gencatan senjata inilah yang kemudian memuluskan jalan ke arah Perundingan Linggarjati.
Perundingan yang diadakan di Linggarjati sendiri mulai dilaksanakan pada tanggal 11 November dan berakhir pada tanggal 13 November 1946.
Akan tetapi, perwakilan dari masing-masing pihak sudah mulai berdatanagn sejak tanggal 10 November 1946. Perundingan yang berlangsung selama tiga hari ini menghasilkan Perjanjian Linggarjati.
Hasil perundingannya ditandatangi pada tanggal 15 November 1946 di Jakarta. Adapun proses ratifikasinya dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 1957 di Istana Negara secara resmi dengan upacara kenegaraan.
Tokoh-tokoh yang Terlibat dalam Perundingan Linggarjati
Sebagai perundingan yang dilangsung untuk mendamaikan kedua negara, masing-masing negara mengutus delagasinya. Dari pihak Indonesia mengiri Sutan Syahrir sebagai ketua.
Ditemani oleh Muhamad Roem, Dr. A.K. Gani dan Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. Sementara dari pihak Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn sebagai ketua. Dengan anggota delegasi Max van Pool dan F. De Boer.
Sementara itu, dari pihak Inggris, selaku penengah dari perundingan ini mengirimkan Lord Killearn, yang juga memimpin pertemuan di Konsulat Jendral Inggris, sebagai perwakilannya.
Selain Lord Killearn yang bertindak sebagai penengah, ada juga beberapa saksi dan tamu yang turut hadir. Orang-orang tersebut adalah Amir Syarifudin, dr. Leimena, Ali Budiharjo, Bapak Proklamator Sukarno dan Hatta.
Isi Perjanjian Linggarjati
Perundingan Linggarjati menghasilkan 17 pasal perjanjian dengan empat pasal pokok.
- Poin pertama dari empat pasal pokok tersebut adalah Belanda mengakui secara de facto bahwa wilayah Indonesia adalah Jawa, Sumatra dan Madura.
- Poin kedua, Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia selambat-lambatnya pada tanggal 1 Januari 1949.
- Poin ketiga, Pihak Indonesia dan Belanda sepakat membentuk negara RIS atau Republik Indonesia Serikat.
- Dan poin terakhir, sebagai RIS, Indonesia harus tergabung dalam commonwealth (persemakmuran) uni Indonesia-Belanda di mana Ratu Belanda sebagai kepala uni.
Dampak Perjanjian Linggarjati
Setelah diadakannya perundingan dan perjanjian Linggarjati, ada beberapa dampak yang diterima Indonesia. Ada dampak positif tapi ada juga dampak negatifnya.
Dampak Positif
Beberapa dampak positifnya adalah citra Indonesia di mata dunia semakin kuat.
- Dengan adanya pengakuan dari Belanda, selaku negara penjajah, akan kemerdekaan Indoneasia, mendorong negara-negara lain untuk mengakui kemerdekaan Indonesia secara sah.
- Atas pengakuan Belanda atas wilayah kekuasaan Indonesia, berdasarkan isi perjanjian, maka secara de facto wilayah Indonesia meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
- Selain itu, konflik di antara Belanda dan Indonesia pun berakhir. Pada saat kejadian itu, sempat ada kekhawatiran akan konfrontasi rakyat Indonesia dan kekuatan Belanda yang terus berlanjut.
- Apalagi perbandingan kekuatannya yang tidak seimbang antara Belanda yang sudah memiliki kekuatan canggih dan rakyat Indonesia yang masih sangat lemah.
Dampak Negatif
Selain dampak positif di atas, hasil dari Perundingan Linggarjati ini memiliki dampak negatif bagi bangsa Indonesia.
- Dampak negatif yang pertama, wilayah kekuasaan Indonesia sangat kecil, hanya tiga pulau saja, yaitu Sumatra, Jawa dan Madura. Ditambah lagi, Indonesia masih harus mengikuti persemakmuran Indo-Belanda.
- Hal ini juga memberikan waktu bagi Belanda untuk membangun kekuatan militernya untuk kemudian melakukan agresi militer.
- Perjanjian ini ternyata banyak ditentang oleh masyarakat serta berbagai partai. Partai-partai yang menolak di antaranya Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia dan Partai Rakyat Jelata.
- Ditambah lagi pimpinan yang ditunjuk, Sutan Syahrir, dianggap telah memberika dukungan pada Belanda. Hal ini menyebabkan anggota dari Partai Sosialis dan KNIP menarik dukungan kepada pemimpin perundingan.
- Mereka menganggap kejadian ini sebagai bukti lemahnya pemerintah Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan negara.
Untuk mengatasi permasalahan penarikan dukungan ini, pemerintah sampai mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946.
Tujuannya adalah untuk menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat tambahan suara untuk mendukung perundingan dan perjanjian Linggarjati.
Pelanggaran Perjanjian Linggarjati
Perjanjian yang terbentuk dari perundingan antara Belanda dan Indonesia di Linggarjati ini ternyata tidak berjalan dengan mulus. Pihak Belanda melakukan pelanggaran atas perjanjian yang telah dibuat.
Tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral Belanda H. J. van Mook menyatakan jika Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian Linggarjati.
Hingga kemudian keesokan harinya, tepatnya tanggal 21 Juli 1947, Agresi Militer Belanda I terhadap Indonesia pun pecah.
Konflik yang sempat mereda beberapa bulan kembali memanas. Pertikaian dan peperangan tidak bisa dihindarkan lagi.
Meskipun Belanda menderita kerugian yang tidak kalah besardari pihak Indonesia, Belanda tetap bersikeras ingin menguasai Indonesia kembali.
Namun tindakan Belanda yang menentang perjanjian ini dihujat oleh banyak negara. Persatuan Bangsa-Bangsa pun sampai ikut turun tangan untuk menyelesaikan pertikaian dua negara ini.
Untuk menyelesaikan ini, kemudian diadakan lagi perundingan lain yang dikenal dengan perjanjian Renville. Meski sayangnya, perjanjian ini memiliki banyak hal yang merugikan bagi pihak Indonesia.
Demikianlah sekilas sejarah tentang Perundingan Linggarjati, Belanda yang tidak mau menyerah untuk menguasai Indonesia memang melakukan berbagai cara untuk bisa menaklukan Indonesia kembali.
Namun, rakyat Indonesia pun tidak mau kemerdekaannya direbut kembali sehingga melakukan perlawanan yang sengit.
Dengan adanya perundingan serta perlawanan di medan perang ini, Indonesia bisa memegang teguh kedaulatan yang dengan susah payah didapatkan.