Perjanjian Roem Royen – Bagi bangsa Indonesia, perjuangan akan kemerdekaan tidak berhenti di saat kemerdekaan tersebut dideklarasikan. Ada banyak hal terkait pendirian negera republik ini supaya bisa benar-benar terlepas dari para penjajah seperti Belanda.
Meskipun sebagian besar dunia sudah mengakui kemerdekaan Indonesia, di dalam negeri sendiri keadaannya masih kacau dan butuh banyak penyesuaian.
Untuk membuat perdamaian setelah kemerdekaan di Indonesia telah dibuat beberapa kesepakatan dan pertemuan.
Salah satu kesepakatan atau perjanjian yang membawa pengaruh besar terhadap pemerintahan Indonesia dengan pemerintah Belanda dikenal dengan Perundingan dan Perjanjian Roem van Roijen yang diadakan pada tahun 1949 dan berlangsung pada tanggal 1949 dan ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Awal mula Perjanjian Roem Royen diadakan adalah karena tindakan penyerangan Belanda terhadap pihak Indonesia yang terjadi di Yogyakarta. Selain menyerang, pihak Belanda juga menahan beberapa tokoh penting Indonesia.
Tidak cukup dengan melakukan penyerangan dan penahanan tokoh penting, Belanda bahkan melakukan propaganda yang menyatakan bahwa Angkatan Bersenjata Indonesia sudah hancur.
Tindakan ini mendapat perlawan dan kecaman dari dunia. Sebagai organisasi besar dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengusulkan Belanda dan Indonesia untuk melakukan sebuah perundingan untuk menyelesaikan masalah ini. Karena ada dorongan dari berbagai pihak, akhirnya, mau tidak mau Belanda harus setuju melakukan perundingan.
Maka, pada tanggal 14 April 1949 dimulailah perundingan untuk mencapai perjanjian yang saat ini dikenal dengan nama Perjanjian Roem Royen atau dikenal juga dengan Perjanjian Roem Van Roijen atau Roem Roijen.
Nama perjanjian ini sendiri berasal dari nama kedua delegasi yang dikirim kedua belah pihak untuk merundingkan masalah antara Indonesia dan Belanda.
Siapa Tokoh Roem Royen?
Dari pihak Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem dengan anggota Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo dan Latuharhary.
Sedangkan dari pihak Belanda dikirimkan perwakilan bernama Herman van Roijen dengan anggota Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, Van Hoogstratendan dan Dr.Gieben.
Proses Perundingan Roem Royen
Perundingan untuk mencapai Perjanjian Roem Royen yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 ini berjalan cukup alot. Setelah satu minggu proses perundingan berjalan, perundingan pun ditunda.
Penundaan ini terjadi karena kesalahan penafsiran yang dilakukan oleh pihak Belanda. Pihak Belanda menganggap bahwa Belanda bermaksud memulihkan kekuasaannya di Indonesia setelah para pemimpin Indonesia memerintahkan untuk menghentikan serangan gerilya, bekerja sama memulihkan perdamaian, ketertiban dan keamanan lalu bersedia untuk menghadiri KMB.
Ekspektasi dari pihak Belanda tidak terwujud seperti harapan. Hal ini dikarenakan para pemimpin Indonesia tersebar dan tidak ada kontak yang terjalin.
Namun perundingan ini mulai dilanjutkan kembali pada tanggal 1 Mei 1949 atas dorongan dan tekanan pihak Amerika Serikat. Jika tidak dilanksanakan, pihak Amerika menegaskan tidak akan memberikan bantuan untuk pemulihan pasca perang terhadap pihak Belanda.
Untuk melancarkan perundingann, pihak Indonesia bahkan harus menghadirkan Bung Hatta yang saat itu tengah berada di pengasingan di Bangka.
Selain Bung Hatta, dihadirkan juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX, selaku yang berkuasa di Yogyakarta, untuk mempertegas sikapnya terhadap pemerintahan Republik Indonesia.
Hingga akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949, kesepakatan antara pihak Belanda dan Indonesia pun terjadi dan menghasilkan Perjanjian Roem Royen.
Isi Perjanjian Roem Royen
Isi perjanjian yang harus dipatuhi kedua belah pihak ini terdiri dari dari tujuh butir. Empat butir perjanjian disepakati pada tanggal 7 Mei 1949 dan tiga butir lainnya dihasilkan dari pertemuan yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juni.
Adapun isi dari perjanjian ini adalah:
- Pertama Ankatan Bersenjata Indonesia harus menghentikan semua aktivitas gerilya.
- Poin kedua dari perjanjian adalah Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar.
- Poin ketiga, pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta sebagai pusat ibu kota sementara.
- Poin keempat, angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tahan perang dan politik.
- Poin kelima dari Perjanjian Roem Royen adalah kedaulatan akan diserahkan secara utuh.
- Poin keenam, Belanda dan Indonesia akan mendirikan persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak.
- Dan poin terakhir adalah Hindia Belanda menyerahkan hak, kekuasaan dan kewajiban kepada Indonesia.
Pasca Perjanjian Roem Royen dan Dampaknya
Setelah perjanjian disetujui, Soekarno dan Hatta, selaku pendiri bangsa, sudah bebas dari status tahanan politik. Pada tanggal 6 Juli 1949, mereka kembali ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota sementara.
Perjanjian tersebut kemudian di sahkan pada tanggal 13 Juli di bawah cabinet Hatta.
Sjarifruddin Prawiranegara yang saat itu mendapat mandate menjadi presiden sementara dari PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) mengembalikan kedaulatan ke tangan Ir. Soekarno pada tanggal 13 Juli 1949.
Gencatan antara pihak Indonesia dan Belanda pun terjadi. Hingga akhirnya Indonesia ikut serta dalam KMB untuk menuntaskan masalah kedua negara yang termasuk dalam agenda.
Demikianlah sekelumit sejarah dari Perjanjian Roem Royen yang membawa dampak cukup besar demi berdirinya bangsa ini.
Baca juga : Tugas BPUPKI
Kejadian ini menjadi peristiwa bersejarah yang kemudian menentukan keberlangsungan Negara Republik Indonesia setelah deklarasi kemerdekaan.