Punden Berundak – Di Indonesia, beberapa bangunan khas jaman dahulu ternyata kental dengan unsur punden berundak. Ternyata punden berundak ini memiliki arti dan fungsi yang belum banyak orang bisa mengetahuinya.
Definisi Punden Berundak
Punden berundak memiliki arti yaitu teras berundak ialah suatu struktur atau tata ruang bangunan berupa teras yang terarah pada satu titik dimana posisi teras semakin tinggi.
Struktur seperti ini banyak ditemukan pada situs kepurbakalaan di Indonesia sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara.
Sayangnya, banyak yang belum mengetahui tentang sejarah punden berundak dan fungsinya tersebut.
Asal kata pundèn atau pundian sesungguhnya dari bahasa Jawa. Kata pepundèn yang berarti objek-objek pemujaan”mirip pengertiannya dengan konsep kabuyutan pada masyarakat Sunda.
Konsep dasar yang dipegang adalah para leluhur atau pihak yang dipuja berada pada tempat-tempat tinggi yang biasanya letaknya di puncak gunung.
Istilah punden berundak menegaskan fungsi pemujaan atau penghormatan atas leluhur, tidak hanya tentang struktur dasar tata ruangnya.
Baca juga : Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Punden Berundak pada zaman megalitikum selalu bertingkat tiga yang mempunyai makna tersendiri sesuai dengan sejarah punden berundak dan fungsinya.
Tingkat pertama melambangkan kehidupan saat masih dikandungan ibu, tingkat kedua melambangkan kehidupan didunia dan tingkat ketiga melambangkan kehidupan setelah meninggal.
Kronologi Terbentuknya Punden Berundak
Tata ruang punden berundak telah ditemukan pada situs-situs di masa purbakala mulai dari periode kebudayaan Megalitikum, Neolitikum, pra Hindu Budha hingga masyarakat Austronesia.
Punden berundak ternyata juga dipakai pada bangunan-bangunan dari periode selanjutnya bahkan sampai periode Islam masuk di Nusantara.
Penyebaran sejarah punden berundak dan fungsinya tercatat di kawasan Nusantara sampai Polinesia. Meskipun di kawasan Polinesia tidak selalu berupa undakan, tapi masih dalam struktur yang dikenal sebagai marae oleh orang Maori.
Masuknya agama-agama dari luar sempat melunturkan praktik pembuatan punden berundak pada beberapa tempat di Nusantara, tetapi terdapat petunjuk adanya adopsi unsur asli ini pada bangunan-bangunan dari periode sejarah berikutnya, seperti terlihat pada Candi Borobudur, Candi Cetho dan Kompleks Pemakaman Raja-raja Mataram di Imogiri.
Sebagai budaya asli warisan dari nenek moyang Indonesia, punden berundak tetap dipertahankan keberadaannya hingga kini.
Punden berundak tetap digunakan dalam struktur pembangunan tempat ibadah berupa candi, salah satunya adalah Candi Borobudur. Hal inilah yang membuat candi-candi di Indonesia memiliki ciri khas yang unik.
Tak hanya berakulturasi bersama candi, punden berundak juga berakulturasi dengan bangunan tempat ibadah umat Islam yakni masjid.
Bagian punden berundak pada Masjid sering tidak disadari sebab hanya dianggap sebagai tangga bertingkat.
Jika Anda perhatikan tangga bertingkat yang mengelilingi masjid tersebut sebenarnya berbentuk punden berundak. Jadi, bisa dikatakan bahwa masjid dibangun di atas punden berundak atau punden berundak sebagai alas dari Masjid.
Fungsi Punden Berundak
Pada zaman dahulu, punden berundak memiliki fungsi sebagai tempat mengadakan sesajen oleh masyarakat purba yang masih beragama animisme dan dinamisme.
Mereka melakukan hal tersebut dengan tujuan untuk menolak bahaya atau semacam bencana seperti gempa bumi, angin rebut, penyakit menular dan meminta rahmat dari sang Esa seperti minta hujan, minta kesuburan tanah dan sebagainya.
Baca juga : Kerajaan Kalingga
Fungsi punden berundak lainnya merupakan media pemujaan arwah leluhur yang dikenal sebagai kebudayaan megalitik dan berkembang pada zaman neolitikum, punden berundak dianggap suatu yang diilhami pendirian bangunan-bangunan candi pada masa klasik sesuai dengan sejarah punden berundak dan fungsinya.